-->

Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 03 Juni 2013

Kebijakan Teknologi Informasi Indonesia

Pertanyaan yang sering ditanyakan di berbagai kesempatan, maupun di berbagai mailing list di Internet. Mulai dari pertanyaan yang sopan - keuntungan apa yang dapat diperoleh rakyat Indonesia dari berbagai kebijakan publik dari pemerintah? Sampai ke pertanyaan yang sangat sarkastik – mana gigi Meneg Kominfo? Koq POSTEL tidak memihak kepada rakyat?


Harus di akui bahwa “ada” beberapa kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah di bidang teknologi informasi. Kunci masalahnya adalah – apakah kebijakan yang dibuat pemerintah terasa akibat positif-nya kepada rakyat? Apakah rakyat diberdayakan oleh kebijakan yang ada? Atau hanya omong doang semata?

Sialnya, terus terang, semakin sering saya berinteraksi dengan pemerintah semakin cape hati ini – karena sebagian besar kebijakan publik khususnya di bidang teknologi informasi, sebagian besar bicara pada tingkat tinggi (tidak membumi), tidak terasa dampaknya untuk rakyat banyak, tidak transparan dalam proses pembuatannya, di buat bukan oleh orang lapangan (tapi birokrat teoritikus yang duduk dibelakang meja atau mendengerkan seminar saja). Sejauh ini hanya satu bidang di pemerintah yang harus saya acungkan jempol dibidang IT yaitu Pak Gatot HP gatothp@aol.com Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan di DIKNAS yang di bawah kepemimpinannya telah secara drastis mengkaitkan 1200 SMK (dari 4000 SMK) ke Internet. Bahkan beliau juga sangat aktif menjawab e-mail, berdiskusi bahkan menerima kritik di berbagai mailinglist Internet seperti dikmenjur@yahoogroups.com.

Sayangnya, figur Pak Gatot HP ini tidak ada di jajaran birokrat yang lain, baik di BAPPENAS, POSTEL, Meneg KOMIN, DEPHUB, INDAG yang dengan berani setiap hari berinteraksi dengan masyarakat melalui mailin list terbuka (public) di Internet. Kebanyakan para birokrat ini saya perhatikan lebih banyak berinteraksi dalam ruang seminar, ruang rapat dengan jumlah publik & wartawan yang terbatas, yah tidak terlalu mengherankan jika kebijakan yang dibuat juga tidak terlalu berpihak kepada masyarakat banyak. Padahal yang digembar gemborkan, ingin membuat e-government-lah, UU Teknologi Informasi-lah, membuat National Information Technology Framework-lah dll. Tapi keberanian untuk secara terbuka & transparan berinteraksi dengan rakyat via e-mail tidak berani. Padahal kenyataannya mereka “mengclaim” mandat untuk mengatur masyarakat IT – sialnya, tanpa mau berinteraksi dengan masyarakat IT, dengan cara interaksi standar di masyarakat IT, yaitu secara transparan melalui mailing list public di Internet.

Terus terang, setelah bertahun-tahun berkecimpung di dunia IT Indonesia, yang saya lihat kenyataan di lapangan yang ada. Bukan pemerintah sebetulnya yang memberdayakan masyarakat IT Indonesia. Secara de facto rakyat Indonesia lebih banyak berdayakan (di empower) oleh  media massa khususnya yang berkaitan dengan IT, seperti Infokomputer, Neotek, PCPlus, Mikrodata, Chip, Warta Ekonomi, Swa, KOMPAS, Koran TEMPO, InfoLinux dll. maupun berbagai penerbit seperti Elexmedia, Andi Offset, Gramedia dll. Yang memperoleh banyak supply bahan pencerahan dari banyak penulis, hacker yang ada di Internet. Terus terang, pemberdayaan melalui media dengan supply tulisan dari para penulis & hacker ini yang akhirnya justru membuka wawasan banyak orang Indonesia tentang IT. Biasanya diskusi kemudian dilanjutkan di berbagai mailing list dunia maya.

Belum lagi berbagai acara seminar, ceramah, workshop, roadshow, talkshow, pameran yang di kerjakan oleh berbagai komunitas untuk mencerdaskan masyarakat sekitar seperti yang dilakukan oleh APKOMINDO, paguyuban wartawan IT Prasasti, IndoWLI, AWARI, Jaringan Informasi Sekolah (JIS) di berbagai kesempatan. Frekuensi acara biasanya cukup tinggi, kadang-kadang satu minggu bisa penuh setiap hari ada acara beberapa bahkan bukan mustahil bertabrakan jadwal acara. Pengalaman saya menunjukan bahwa kota Jogyakarta barangkali merupakan kota yang mempunyai aktifitas acara IT yang bersifat praktis / pragmatis yang paling tinggi di Indonesia. Di Jakarta, kebanyakan acara IT yang ada bersifat strategi & bicara pada level yang agak tinggi – tidak terlalu menarik untuk praktisi lapangan yang kecil-kecil.

Di tahun 2001 mendatang tampaknya gerakan yang dilakukan oleh rekan-rekan APKOMINDO, IndoWLI, AWARI maupun Prasasti tampaknya tidak akan semakin mengendur bahkan akan semakin menggebu & menggila. Beberapa rencana roadshow ke berbagai kota tampaknya tengah di siapkan.

Dari sekian banyak kegiatan, barangkali kegiatan rekan-rekan wartawan IT di paguyuban Prasasti & JIS yang paling menarik hati saya, di motori oleh rekan Donny BU (donnybu@ictwork.org) & Bona (bona@jawis.net) mereka mengadakan roadshow ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan IT langsung kepada para siswa sekolah. Ratusan murid perwakilan dari beberapa puluh sekolah di Jakarta telah merasakan pembekalan yang dilakukan oleh Prasasti & JIS tersebut. Terakhir bahkan dalam bentuk workshop untuk instalasi Linux di SMK Penabur di daerah Grogol.

Justru kegiatan-kegiatan positif ini berjalan dengan sendirinya, secara mandiri, swadana, swadaya masyarakat – tanpa utangan Bank Dunia, tanpa ribut-ribut menghabiskan uang APBN, tanpa campur tangan pemerintah sama sekali. Yang sering memalukan adalah usaha yang dijalankan oleh rekan-rekan di lapangan secara suka rela ini sering kali di claim oleh pemerintah sebagai keberhasilan Indonesia, sungguh memalukan.

Mungkin tanpa ada pemerintah kehidupan kita di dunia IT lebih baik daripada hari ini? Entah lah. Yang pasti masyarakat justru lebih banyak memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan oleh para aktifis IT yang ada di masyarakat yang banyak di bantu oleh media massa, bukan usaha para birokrat di pemerintahan.

0 komentar:

Posting Komentar